Selasa, 30 September 2008

Model Bisnis di Industri Software

Bisnis Baru dalam Industri Software Lokal
Sistem sewa software menjadi pilihan untuk kalangan korporat


Jakarta, 23 September 2008 – Pemerintah perlu menciptakan ekosistem bagi perkembangan industri software lokal di Tanah Air. Ekosistem ini merupakan jaringan antara pengembang software dan konsumen. Proteksi terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual atau Hak Cipta juga dirasakan semakin mendesak untuk menjadikan ekosistem yang sehat. Dan proteksi ini bergantung pada kebijakan pemerintah dalam pengembangan industri software lokal. Demikian issue yang mengemuka pada saat diskusi yang diadakan oleh Andal Software yang bertema “Mamahami Industri Software Lokal” baru-baru ini.

Pemakaian software untuk menjalankan proses bisnis sebuah perusahaan saat ini dinilai lebih menguntungkan bagi perusahaan karena perusahaan dapat menghemat biaya operasional dibandingkan dengan penggunaan tenaga mekanik. Keuntungan lainnya yakni lebih cepat, efisien, akurat, transparan dan otomatis. Indra Sosrojojo, Direktur Andal Software mengatakan kebutuhan software akan terus meningkat sejalan makin luasnya penggunaan software yang saat ini tidak hanya untuk komputer saja melainkan sudah digunakan untuk mengatur jalannya mesin mobil, telepon seluler, proses otomasi mesin-mesin industri, pengendalian pesawat udara dan masih banyak lagi lainnya.

Namun sayangnya, Indra menjelaskan banyak pengembang di Indonesia yang tidak siap membuat produk yang memenuhi kebutuhan pasar lokal. “Ada masalah klasik yang seringkali terjadi. Pengembang software membuat suatu produk sesuai dengan apa yang pengembang pikirkan, padahal kebutuhan software produk di pasar tidak seperti apa yang ia pikirkan. Sehingga pada saat software produk tersebut dijual dipasar tidak dapat diterima oleh pasar.” tuturnya. Pada akhirnya biaya pembuatan software yang cukup besar tetapi tidak dapat dipasarkan. Masalah lain juga terjadi karena pengembang memproduksi software dengan standar international sehingga tidak dapat diaplikasikan untuk bisnis di Indonesia.

Romi Satria Wahono, peneliti LIPI dan Koordinator IlmuKomputer.com mengatakan terdapat keterbatasan pengetahuan pengembang dalam software development dan standar metodologi. “Sehingga begitu software diukur dari seluruh proses Software Development Life Cycle (SDLC), kita kedodoran dan kalah bersaing,” tuturnya. Karenanya, software belum mampu menjadi sebuah industri profesional tapi lebih kepada pekerja suatu proyek-proyek besar atau mengikuti tren.

Kendala lainnya adalah rata-rata perusahaan software lokal mempunyai keterbatasan modal usaha. Hal ini dikarenakan kebanyakan perusahaan software tidak dapat memperoleh pinjaman usaha dari bank karena tidak memiliki aset nyata yang bisa digunakan sebagai agunan pinjaman. Akibatnya banyak perusahaan software yang berumur muda.

Di Indonesia diprediksi terdapat sekitar 56.500 pengembang software tapi kalah bersaing dalam produksi software dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia yang lebih sedikit jumlah pengembangnya. Menurut Romi, indikator utama yang menunjukkan kemampuan produksi software di suatu negara adalah jumlah perusahaan pembuat software (software house atau Independent Software Vendor) dan tentu saja jumlah profesional yang bekerja sebagai developer. “Kalau kita lihat benar bahwa Malaysia dengan 18 ribu pengembang dan Singapura 13 ribu pengembang tapi mereka terhimpun dalam ISV yang jumlahnya banyak, “ katanya. Artinya mereka terkoordinasi untuk menuju pasar dengan lebih efektif dan efisien. Berbeda dengan Indonesia yang developernya terpecah-pecah dan tidak terkoordinasi untuk membidik pasar. Indonesia hanya memiliki kurang dari 250 ISV ditambah lagi sebagian besar developer bekerja secara individualistik atau komunitas yang kadang kurang profesional membidik pasar.

Tercatat, jumlah software house di Indonesia ada 250 dan akan meningkat sebesar dua kali lipat dalam 5 tahun ke depan. Indonesia menyumbang 0,5 % dari total pengembang profesional dunia yang berjumlah 13,5 juta. Sedangkan sumbangan terbesar berasal dari India sebesar 10,5 % dan Amerika sejumlah 18,9 %. Indonesia mempunyai lebih dari 200 komunitas forum pengembang yang berkumpul berdasarkan kesamaan bahasa pemrograman atau bidang software yang digarap.

Berdasarkan IDC Joint Research, dalam 5 tahun kedepan sektor Teknologi Informasi di Indonesia akan didominasi oleh IT Services sehingga menumbuhkan sekitar 81 ribu lapangan pekerjaan dari 1100 perusahaan IT baru. Dalam periode tersebut software spending akan naik mencapai 11,4% dari total 29,9% IT spending dari seluruh pekerja IT di Indonesia yang terlibat dalam pengembangan, pendistribusian atau layanan implementasi software.

Bisnis software dengan system sewa

Andal Software yang telah memproduksi software jadi untuk kebutuhan HRD (Human Resources Development) sejak tahun 1998 tengah bersiap-siap mengembangkan software sebagai service seperti yang akan terjadi pada masa IT Services nanti. “Konsumen tidak perlu lagi membeli Full Product yang investasinya cukup tinggi, tapi dapat menyewa fitur yang diperlukan saja. Setelah selesai masanya atau tidak membutuhkannya lagi, konsumen dapat menghentikan penggunaannya,” tambah Indra

Diakui Indra, pemindahan bisnis model dari penjualan produk ke penyewaan produk memang akan memberikan keuntungan kepada pelanggan, “Pelanggan tidak perlu melakukan investasi yang cukup besar. Sedangkan dari produsen memerlukan strategi tersendiri untuk mengubah dari sistem jual ke system sewa.”

Produk Andal Software seperti Andal Kharisma dan Andal Paymaster merupakan produk untuk pengelolaan sumber daya manusia pada suatu perusahaan. Paket program ini dapat digunakan untuk menghitung gaji karyawan, THR, bonus, sekaligus menghitung pajak PPh 21. Setiap tahunnya, bagi perusahaan pemakai software ini harus memperbarui software agar menyesuaikan dengan peraturan ketenagakerjaan dari pemerintah. Untuk alasan itulah, model sistem sewa akan lebih memudahkan bagi perusahaan karena tidak perlu membeli produk upgrade yang hanya memuat sedikit fitur tambahan. Perusahaan dapat menghemat anggaran belanja TI. Bagi Andal sendiri, sistem sewa dapat memperpanjang layanannya terhadap pelanggan yang berujung pada keberlanjutan bisnisnya. Seperti yang dipaparkan oleh IDC Joint Reserarch, bisnis model sewa ini dapat menumbuhkan lapangan pekerjaan TI mulai dari developer, distribusi hingga layanan implementasinya.

Tentang Andal Software
Andal Software adalah perusahaan pembuat software yang didirikan tahun 1988. Andal mengawali perjalanan bisnisnya mulai dari membuat aplikasi bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sejak tahun 1992 Andal Software mulai memproduksi software jadi yang dinamakan Presisi versi 1.0,software paket untuk membuat laporan keuangan. Pada tahun 1998, Andal software banyak memproduksi paket aplikasi untuk UKM seperti pengelolaan keungan Smart GL, pengelolaan persediaan barang dan penjualan Saudagar, dan untuk Kasir Andal POS. Saat ini Andal Software fokus pada aplikasi untuk Human Resources, penggajian karyawan, PPh 21 dan attendance yang bernama Andal Kharisma dan Andal PayMaster.