Pada saat saya
membaca bukunya John C. Maxwell yang berjudul “The 15 invaluable laws of
growth” yang sangat menginspirasi. Dibuku itu dituliskan “The secret of your
success is found in your daily routine”. Setelah saya membaca tulisan tersebut,
saya merasa seperti di tampar dengan keras sekali. Karena selama ini saya
membiasakan diri untuk membuat agenda, itu sudah saya lakukan sejak lama, saya
mengatur waktu saya sendiri untuk membuat janji. Saya tidak pernah meminta
tolong orang lain untuk mengatur agenda saya. Kalau orang lain yang mengatur
agenda saya berarti kehidupan saya akan diatur oleh orang lain. Jadi kadang
saya tidak mengerti pada teman saya yang mungkin mempunyai posisi cukup tinggi,
pada saat saya mau membuat janji akan dikatakan nanti saya minta sekretaris
saya untuk membuat janji. Pada awalnya saya sering bertanya apakah memang kalau
orang sudah sukses harus meminta orang lain untuk mengatur agendanya ?
Saya boleh
berbangga pada saat saya membaca buku tersebut karena saya sudah mulai mengatur
agenda saya, jadi kalau ada manager yang akan membuat janji dengan saya pasti
mereka bertanya pada saya kapan saya punya waktu untuk janjian dengan si Anu ?.
Selanjutnya
di buku tersebut dituliskan kita memerlukan waktu untuk mereview agenda kita
setiap hari, setiap minggu, dan setiap tahun. Sebetulnya ini yang membuat saya
flashback lagi, karena selama ini saya tidak pernah melakukan review terhadap
penggunaan waktu saya, karena saya berprinsip apa yang telah lewat tidak dapat diubah
lagi. Tetapi John Maxwell berpendapat berbeda, tujuan review adalah untuk
melihat apakah pekerjaan yang dilakukan di masa lalu itu ada hal hal yang dapat
diperbaiki lagi ? apakah penggunaan waktunya sudah efisien ?
Bagaimana kita dapat mereview waktu kita ?
Kemudian
pertanyaan berikutnya yang muncul dibenak saya pada saat saya membaca buku
tersebut adalah, bagaimana caranya mereview waktu yang telah saya gunakan ?
apakah efisien atau tidak ?. Seringkali saya mengamati orang-orang yang cukup
berhasil menurut ukuran saya, dan saya mulai mencoba menirukan apa yang mereka
lakukan, ternyata apa yang dilakukan orang lain sukses, belum tentu kalau kita
lakukan bisa sukses juga, karena faktornya banyak sekali. Seperti dituliskan
dibuku tersebut “Don’t try to simply adopt someone else’s practices as your
own”.
Kembali lagi
ke pertanyaan semula, jadi bagaimana kita bisa menilai bahwa apa yang kita
kerjakan benar atau tidak, dan kita tidak bisa juga mencontoh orang lain begitu
saja. Setelah saya membaca lebih jauh lagi, saya menemukan jawabannya, ada pada
goal atau tujuan hidup kita, karena setiap manusia mempunyai tujuan yang
berbeda, maka cara yang dilakukan harus berbeda. Itu sebabnya cara yang satu
dapat berjalan baik untuk orang tertentu tetapi cara yang sama tidak berjalan
dengan baik bila dilakukan oleh orang lain. Dibuku tersebut dikatakan kita
harus mempunyai big picture, dan pekerjaan yang tidak membawa kita ke big
picture tersebut harus diberikan prioritas yang paling rendah. Jim Rohn salah seorang leadership guru yang
cukup disegani mengatakan “If you go to work on your goal, your goal will go to
work on you. If you go to work on your plan, your plan will go to work on you.
Whatever good things we build end up building us”
Dari
gambaran besar hidup yang kita inginkan ini, dapat digunakan untuk memberikan
prioritas terhadap waktu yang kita gunakan, dan tentunya mempunyai ukuran
sampai dimana perjalanan kita untuk menuju ke gambaran besar hidup kita itu.
Apa yang saya dapatkan
Setelah
membaca buku tersebut, saya mendapatkan bahwa kalau saya ingin lebih cepat lagi
mencapai ke gambaran besar hidup saya, saya harus mau secara persisten untuk
mereview waktu saya. Apakah yang telah saya lakukan dapat membawa ke tujuan
hidup saya ? mana yang harus saya tambahkan dan mana yang harus dikurangi.
Dalam membuat gambaran besar, tentunya kita harus mempunyai prioritas yang
benar juga tidak dapat di balik-balik. Prioritas yang benar menurut apa yang
saya yakini adalah Tuhan, Keluarga dan Bisnis. Kepentingan bisnis tidak dapat
mengalahkan kepentingan keluarga, dan tentunya Tuhan menjadi nomor satu.
Walaupun saya sering melihat definisi dari kepentingan untuk Tuhan ini agak
keliru, tetapi saya tidak akan membahas di blog ini, karena setiap orang
mempunyai haknya sendiri-sendiri dalam berhubngan dengan Tuhan.