Senin, 06 Agustus 2012

Who moved my Cheese ?

Beberapa waktu yang lalu saya bertemu dengan para distributor koran dan majalah, mereka mulai bercerita tentang masa kejayaan mereka di era tahun 80 – 90 an, wilayah yang mereka cakup cukup luas. Dari hasil mengerjakan distribusi majalah dan koran, mereka dapat membiayai anak mereka untuk sekolah hingga ke perguruan tinggi. Perlahan tapi pasti jumlah pelanggan koran semakin tahun semakin menurun, karena sudah dikerjakan bertahun-tahun bahkan puluhan tahun lamanya, mereka mulai galau, apa yang akan mereka perbuat ? untuk kembali ke masa keemasan mereka rasanya tidak mungkin karena dunia sudah berubah. Pada saat mendengarkan cerita mereka saya teringat sebuah buku yang saya pernah baca beberapa tahun yang lalu yang berjudul who moved my chees, ceritanya tikus berpesta ria karena menemukan tempat penyimpanan keju. Mereka berpesta dan bersenang-senang karena mereka merasa bahwa penyimpanan keju yang mereka temukan akan berlangsung lama sekali, secara perlahan tapi pasti bahwa keju yang mereka nikmati makin lama makin berkurang. Ada tikus yang pandai mereka mulai mencari makan ditempat lain, memang sulit, tetapi akhirnya mereka dapat menemukan tempat makanan lainnya. Sedangkan tikus yang tidak mau berubah, mereka mati kelaparan karena pada saat kejunya habis, tikus-tikus itu harus mencari tempat makan lain yang memerlukan waktu sedangkan persediaan makan sudah habis. Dunia yang kita tempati ini selalu mengalamai perubahan, dan Tekhnologi Informasi sekarang ini mengubah secara cepat proses bisnis, banyak sekali bisnis-bisnis yang besar akhirnya tidak dapat bertahan lagi karena digantikan dengan digital.

Perubahan distribusi digital
Pertumbuhan internet dan alat yang dapat mengakses internet seperti komputer dan smartphone memudahkan orang untuk mengakses ke internet. Kemudahan mengakses ke internet membuat distribusi digital bergeser, dari secara fisik ke virtual, sekarang ini orang membeli musik tidak lagi melalui toko musik, tetapi download dari toko toko musik digital, sama halnya dengan film, buku, majalah, dan news. Semua dapat di download lewat web dan ada yang membayar ada juga yang diberikan secara Cuma Cuma. Distribusi melalui digital ini juga mengubah proses bisnis dunia musik, film, koran, majalah dan buku. Secara perlahan dan pasti bisnis mereka mengalami penurunan, karena memang lebih nyaman danlebih murah bila kita membeli musik, film, koran, majalah dan buku melalui online. Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu di hampir setiap mall ada toko musik penjual CD, bahkan mempunyai gerai di hampir setiap mal besar, sekarang sudah tidak kedengaran lagi tokonya, digantinkan oleh toko musik yang kecil dan masih tetap bertahan sampai sekarang, dan lambat namun pasti orang yang mampir ke tokonya makin lama makin jarang. Yang lebih menarik lagi sebetulnya publisher, bisnis utama dari publisher adalah distribusi, naskah yang ditulis oleh penulis, disetting kemudian di terbitkan dan disebarkan ke toko toko buku. Adanya publisher karena seorang penulis tidak dapat melakukan setting bukunya, dan harus mencetak dalam jumlah banyak, kemudian harus mendistribusikan bukunya melalui toko toko buku, dimana seorang penulis tidak memiliki jaringan ke toko buku. Sekarang ini seorang penulis dapat dengan mudah membuat buku, design buku dapat dilakukan dengan mudah, setelah disetting sendiri, tanpa harus dicetak, buku yang berbentuk digital tersebut dapat disebarkan ke masa dengan menggunakan media digital. Atau toko toko buku online juga sudah mulai banyak. Kemudahan untuk menerbitkan buku sendiri akan mengacam para publisher mereka harus mendefinisikan ulang bisnis modelnya.

Mendefinisikan ulang bisnis model
Dalam mengembangkan suatu bisnis, saya percaya bahwa bisnis model akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan bisnis yang akan digelutinya. Kalau kita kaji lebih dalam bisnis dia koran atau media cetak pada awalnya mereka mendapatkan uang dari hasil penjualan koran atau majalah. Tetapi dalam perkembangannya ternyata hasil dari penjualan iklan jauh lebih besar dibandingkan dengan penjualan majalah atau korannya. Sehingga koran atau majalah yang mempunyai iklan yang banyak akan dapat bersaing, jadi persaingannya bukan lagi beritanya, melainkan berapa besar oplag (jumlah yang dapat didistribusikan) koran atau majalah tersebut. Karena makin besar oplagnya berarti nilainya makin besar untuk para pengiklan, koran atau majalah yang jumlah iklannya sedikit akan sulit berkembang. Dari model bisnis iklan ini, maka sekarang ada beberapa majalah yang diberikan secara Cuma Cuma tetapi dapat menjadi besar, karena jumlah iklan nya banyak. Semakin banyak majalah Cuma Cuma disebarkan semakin banyak pula yang akan memasang iklan di majalah tersebut. Jadi kunci keberhasilan majalah atau koran yang diberikan Cuma Cuma adalah berapa besar oplagnya.

Bentuk majalah/koran digital 
Dari bisnis model tersebut maka koran atau majalah bukan lagi menjual konten tetapi yang dijual adalah halaman untuk memasang iklan. Sama halnya media didalam dunia digital, Google adalah mesin pencari yang banyak digunakan, dan google memberikan layanannya secara gratis. Kemudian dari mana google mendapatkan uangnya ? dari para pengiklan, bila ada seseorang menggunakan mesin pencari google, maka iklan yang ditampilkan disesuaikan dengan kata yang sedang dicari. Model iklan seperti ini sangat menguntungkan bagi pengiklan dan google. Maka sekarang ini google merupakan media iklan yang paling besar di dunia.

Bisnis model apa yang cocok untuk media masa ?
Ada beberapa media masa digital di Indonesia yang mendapatkan penghasilannya dari langganan, artinya, setiap orang yang akan membaca konten dari media digital tersebut harus berlangganan. Pertanyaannya sekarang ini sudah banyak sekali media masa yang diberikan Cuma Cuma terutama berita, tentunya orang lebih memilih yang gratis daripada yang membayar. Model berlangganan digital ini dapat dilakukan kalau isinya merupakan ulasan atau analisis atau hasil research, ada beberapa research company yang menjual hasil researchnya dengan harga yang cukup mahal tetapi sangat berguna bagi para pengusaha, sehingga mereka mau membelinya. Dari pengamatan saya untuk model bisnis media yang berisi berita lebih cocok menggunakan third party market, dimana produser memberikan kontennya secara gratis kepada konsumen, dan advertiser yang membayar kepada produser sebagai gantinya produser mengiklankan produk dari advertiser.

Tidak ada komentar: