Senin, 08 Desember 2008

Manfaat perlindungan HAKI bagi Industri software di Indonesia

Masa Tekhnologi informasi sudah banyak mencetak bilioner baru, dan kebanyakan dari mereka masih berumur sangat muda pada saat mulai. Seperti Bill Gate pemilik Microsoft, Larry Ellison pemilik oracle, Marc Benioff pemilik salesforce.com dan banyak lagi deretan nama nama pemain TI yang menjadi billioner.
Mungkin masih banyak lagi calon calon bilioner baru yang akan bermunculan, melalui TI baik itu di industri TI atau pengguna TI seperti amazone.com. Sejak komputer diciptakan mengubah banyak pola kehidupan masyarakat, komputer sudah dipakai di hampir segala bidang karena memang sifatnya sebagai alat kontrol yang dapat digunakan di berbagai kehidupan manusia. Penggunaan komputer ini akan berfungsi berfungsi optimal bila ada software didalam. Hal inilah yang memicu permintaan akan pembuatan software meningkat dengan pesat. Contohnya seperti :
• Membantu administrasi di perusahaan
• Automation
• Mobil
• Handphone
• Rumah
• Peralatan untuk mendesign
• Hiburan
• Dan masih banyak lagi lainnya

Dengan kemungkinan penggunaan yang cukup luas tersebut, pasar software makin lama akan makin berkembang, disamping jumlah pemakainya yang semakin banyak, jumlah aplikasinyapun bertambah banyak. Disinilah kesempatan untuk menjadi bilioner dibidang TI masih sangat luas sekali.

The law of increasing return
Di dunia software terutama industri software, biaya pembuatan software sangat mahal karena harus di tulis satu per satu dengan jumlah baris yang cukup banyak, sehingga memerlukan banyak tenaga dan waktu. Tetapi kalau software itu sudah dapat dijual, maka biaya penggandaannya murah sekali. Maka dari itu di industri software dikenal apa yang disebut dengan Law of Increasing return, makin banyak software produk yang terjual, makin murah biaya variabelnya.


Pembagian Pasar dunia TI
Gambar pembagian pasar dunia TI seperti pada gambar dibawah ini :







Software Produk, adalah perusahaan yang membuat software dan dijual secara masal. Di kategori ini ada dua jenis yaitu Mass Market software dan Enterprise software.






Bagaimana potensi software di Indonesia
Potensi pasar software di Indonesia bisa kita lihat dari tingkat pembajakan dan kerugian akibat pembajakan di Indonesia.
IDC report 2008



Tingkat pembajakan di Indonesia turun dari 85% menjadi 84% dan kerugian akibat pembajakan naik dari 350 juta mencapai 411 juta, terjadi kenaikan kerugian sebesar 61 juta. Angka ini menunjukkan bahwa pangsa software di Indonesia naik sangat pesat, walaupun tingkat pembajakan turun namun kerugian naik.
Bila jumlah pembajakan berkurang, dan nilai kerugian ini dapat diisi dengan software lokal maka potensi penghasilan software lokal menjadi besar sekali.

Bagaimana mensiasatinya ?
Untuk mengembangkan industri software perlu adanya insentif, dengan jumlah pembajakan yang cukup besar maka tidak ada lagi insentif bagi pemula untuk membuat software. Karena hasil pemikiran mereka tidak akan dihargai akan selalu dibandingkan dengan nilai software yang murah hasil bajakan.
Banyak memang yang berargumentasi, dengan banyaknya bajakan maka harga software menjadi murah dan memberi kesempatan bagi para pelaku TI untuk belajar. Pertanyaan berikutnya adalah kalau sudah dapat membuat program, bagaimana cara menjualnya ? karena harga software yang begitu murah, tidak ada lagi gairah atau insentif yang didapatkan dalam membuat software tersebut.
Salah satu negara dengan tingkat pembajakan paling tinggi ada di urutan ke 3 adalah Cina di tahun 2003 dengan tingkat pembajakan mencapai 92%. Dan pada saat Cina mau mengembangkan industri TI yang dilakukan adalah menurunkan tingkat pembajakan data dibawah ini adalah hasilnya setelah bekerja selama 3 tahun. Pada tahun 2003 mencapai 92% dan turun sangat drastis pada tahun 2006 menjadi 82%, penurunan 10 % ini pasar software lokal tumbuh hampir mencapai 1.2 billion USD di tahun 2006. (sumber dari allbusiness, Worldwide Software Piracy Rate Holds Steady at 35%; Global Losses Up 15%. Tanggal 15 mei 2007)
Sekarang Cina menduduki ranking ke 4 dalam software export, hampir menyamai India yang sudah terlebih dahulu menjadikan software industri. Padahal Cina mempunyai hambatan bahasa.

Strategi Pengembangan Software

Dalam pengembangan suatu software, waktu merupakan salah satu faktor yang krusial. Sering sekali pengembang software dalam membuat suatu software memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan rencana pembuatan. Faktor yang menyebabkan pengembangan software ini membengkak merupakan hal yang sangat menarik untuk di kaji terutama oleh kalangan pengembang software. Dengan memperpendek waktu pengembangan berarti time-to-market akan lebih cepat dan efeknya adalah keadaan keuangan perusahaan akan lebih baik.
Sehingga sekarang pertanyaannya adalah bagaimana cara membuat suatu software yang tepat waktu ? Agar tepat waktu bagaimana dengan estimasi waktu pembuatan software apakah sudah menggunakan cara yang benar, kalau tidak berarti estimasinya sendiri juga salah, sehingga kalau dituntut agar pembuatan software tepat waktu juga sulit.
Faktor yang lainnya adalah dokumentasi kebutuhan pemakai, sering terjadi pada saat software sudah diserahkan, masih memerlukan banyak perubahan. Sehingga sering pengembang melakukan kerja ulang (Rework). Sering sekali pengembang tidak mengikuti SDLC (System Development Life Cycle) yang sesuai dengan project yang dikerjakan. Pemilihan SDLC yang tepat merupakan salah satu cara untuk dapat menyelesaikan proyek tepat waktu. Dibawah ini adalah hasil survey yang disajikan oleh Steve McConnel dalam bukunya Code Complete. Dari tabel tersebut dibawah ini jelaslah bahwa di proyek yang kecil waktu yang paling banyak digunakan adalah coding, sedangkan pada proyek yang besar, waktu yang paling banyak digunakan adalah desain.


Dapat disimpulkan agar kita dapat mengembangkan software dengan sesuai jadwal yang baik, pertama cara pembuatan schedule yang tepat sehingga schedule tidak dibuat dengan estimasi yang sebarang. Kedua kita harus dapat menentukan SDLC yang tepat, yang dilihat dari berbagai sudut, seperti apakah usernya mengetahui kebutuhannya, apakah ada dateline yang ketat. Ketiga kita harus perhatikan tim pengembang yang ada, seperti apakah kita dapat mengetahui progress pengembangan, sering kali progress pengembangan tidak diketahui oleh kepala tim pengembang. Kalau hal ini terjadi kepala tim tidak dapat memperbaiki hal hal yang rawan ditengah proyek itu berlangsung, setelah proyek selesai baru akan diketahui atau setelah dateline, baru muncul persoalan-persoalannya.
Pada edisi bulan depan akan dilanjutkan dengan bagaimana kita dapat membuat estimasi jadual pembuatan program, metoda apa yang harus digunakan agar proyek yang dikerjakan dapat tepat waktu.

Membuat estimasi jadual proyek
Ada beberapa cara untuk membuat estimasi suatu pengembangan software, dengan menggunakan function point, dengan menggunakan jumlah baris dalam program, atau dibandingkan dengan proyek yang sejenis yang pernah dibuat sebelumnya.
Cara function point, setelah desain selesai, kita tentukan berapa banyak function point yang ada untuk input, output, inquiry kemudian function point tersebut dikelompokan lagi menjadi mudah, sedang dan komplek. Dari hasil perhitungan statistik Jones dalam bukunya Applied Software Measurement membuat suatu tabel seperti berikut dibawah ini :


Setelah semua function point dihitung jumlahnya dan dimasukan kedalam tabel diatas, lalu dikalikan dengan faktor tersebut, hasil perkaliannya dijumlahkan semuanya maka akan mendapatkan angka total function point. Angka total tersebut dikalikan dengan influence multiplier antara 0,65 – 1,35. Function point multiplier ini ditentukan berdasarkan faktor faktor yang mempengaruhi dalam pengembangan software tersebut seperti data communication, penggunaan technologi baru, tim yang relatif masih belum pengalaman dalam mengerjakan proyek yang akan dikerjakan.
Hasil perkalian antara total function point dengan influence multiplier akan mendapatkan nilai function point. Agar didapat jumlah hari, maka kita gunakan data data yang ada selama mengerjakan proyek berapa lama rata-rata untuk mengerjakan 100 function point.

Pemilihan SDLC yang tepat
Sering sekali kita menjumpai perusahaan memanggil pengembang software untuk membuatkan suatu aplikasi, dan kebutuhan yang diinginkan tidak dapat dijelaskan dengan baik. Karena mungkin maunya banyak atau mungkin tidak tahu persis sistem yang dikehendaki, tahunya adalah ingin komputerisasi sehingga memudahkan pekerjaannya.
Bila kebutuhan user sulit ditangkap maka sebaiknya digunakan evolutionary prototyping, atau anjurkan saja menggunakan paket software yang sudah ada. Karena dengan menggunakan paket software yang ada paling tidak mereka akan dapat mempelajari, dan bila cocok dapat menggunakan paket software yang sudah jadi.
Dengan evolutionary prototyping pihak pengembang akan banyak pekerjaan diawal karena pada saat selesai survey kebutuhan, dibuatlah protype software yang akan dibuat, kemudian dari prototype tersebut dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan user. Setelah sesuai dengan kebutuhannya barulah dikerjakan programmnya. Cara ini akan menghemat banyak waktu di dalam coding, karena bila coding sudah selesai, sedikit perubahan yang dilakukan akan berakibat pada modul-modul yang lainnya. Sehingga akan memakan banyak waktu untuk mengerjakan ulang.
Bila dateline menjadi suatu hal yang sangat penting, maka SDLC design-to-schedule lebih tepat. Dalam menggunakan SDLC ini, salah satu syaratnya adalah kebutuhan user harus jelas benar. Kemudian ditentukan mana fungsi-fungsi yang harus dikerjakan terlebih dahulu, kemudian fungsi tersebut diurutkan berdasarkan prioritas. Sehingga bila pada saat dateline sudah tercapai maka fungsi-fungsi yang paling penting sudah diselesaikan, hanya fungsi-fungsi tambahan yang belum diselesaikan.
Dan masih banyak lagi SDLC dan bahkan kita dapat mengembangkan sendiri SDLC yang sesuai dengan pengembangan yang ditempat kita masing-masing.

Faktor-faktor penghambat lainnya
Sering sekali kita ditawarkan oleh tool pengembangan software yang dapat mempercepat waktu pengembangan, tetapi kita lupa bahwa dalam menggunakan tool baru, tim pengembang harus mempelajarinya terlebih dahulu. Pergantian tool baru ditengah proyek akan menghambat jadual pembuatan software.
Developer Gold Platting, programmer banyak menghabiskan waktunya untuk memperbaiki hal-hal yang berkaitan dengan tampilan program, padahal proses dari program itu sendiri belum selesai dikerjakan. Masalah yang sering terjadi juga adalah feature creep, yaitu feature suatu software yang sedang dalam pengembangan bertambah terus, hal ini terjadi biasanya kalau perusahaan yang mempunyai tim pengembang sendiri, sehingga kita sering mendengar perusahaan yang mempunyai tim pengembang waktu pembuatan relatif lebih lama dibanding dengan di buat oleh pengembang luar.
Kadang-kadang pihak manajemen pengembangan software merasa bila proyeknya ingin cepat perlu ditambah orang, pada saat proyek sudah berjalan. Penambahan anggota tim di tengah berlangsungnya suatu proyek dapat menjadi faktor penghambat juga, karena anggota baru tersebut harus dapat menyesuaikan diri pada tim, disamping pengetahuan anggota baru tersebut terhadap proyek yang sedang dikerjakan.

Kesimpulan
Manajemen pengembangan software cukup menarik untuk dikaji, hal diatas masih mencakup seputar cara pengembangan software. Padahal didalam pengembangan software kita juga tidak lepas dari fungsi Quality Assurance. Walaupun sudah mengikuti beberapa cara diatas, tetapi kalau tidak ditunjang dengan QA yang baik, waktu pengerjaan juga akan menjadi lama, yang mengakibatkan time delivery juga menjadi lambat.
Didalam pengembangan software ini ukuran sangatlah penting diperhatikan, dikatakan bahwa “what can be measured can be improved”, sehingga apabila kita ingin memperbaiki cara kita membangun suatu software haruslah kita ketahui ukuran-ukuran apa yang harus diterapkan. Salah mengambil pengukuran akan menjadikan arah pengembangan yang salah pula. Sebagai contoh bila didalam menentukan kualitas adalah jumlah bug yang ditemukan didalam program, jelas ini merupakan suatu ukuran yang tidak tepat. Jadi harus dapat mencari ukuran lain dalam kita menentukan qualitas suatu program.

Selasa, 14 Oktober 2008

Andal software sebagai Industri Software

Di Indonesia ada lebih dari 300 perusahaan TI, kebanyakan dari mereka merupakan sistem Integrator (mengageni produk software dari luar kemudian melakukan jasa implementasi), membuat software yang sesuai dengan pesanan pelanggan (custome application), dan hanya sedikit yang menjadi industri software.
Andal software sudah sejak tahun 1992 membuat software produk bernama PRESISI yang dipasarkan lewat Elekmedia Komputindo. Selanjutnya membuat banyak produk seperti saudagar, andal POS, SIAP. Pada tahun 2001, Andal Software meluncurkan produk versi windows yang pertama kali untuk HR, Payroll, dan PPh 21. Produk tersebut bernama Kharisma Win. Di Tahun 2006, Andal Software berkonsentrasi pada produk HR, Payroll dan PPh 21, dan mempunyai dua produk, Andal Kharisma dan Andal PayMaster.
Perjalanan produk Andal Software yang sudah cukup panjang dalam mengembangkan industri software lokal. Masih banyak yang belum dapat membedakan antara produk dan jasa, Andal Software tidak menerima jasa pembuatan software. Jasa yang kami berikan ke pelanggan kami adalah kontrak service atau maintenance.
Ada sedikit pelanggan yang belum dapat membedakan antara jasa dan produk, oleh sebab itu dalam tulisan ini kami ingin sedikit menjelaskan bahwa pada dasarnya produk Andal Kharisma dan Andal PayMaster merupakan produk software, dan tidak dikenakan PPh pasal 23.
Produk produk software dari luar negeri sudah banyak, seperti Microsoft, Quicken, MYOB semuanya adalah produk, sehingga bila membeli produk Microsoft seperti MS Office, Quicken, MYOB atau yang lainnya, juga tidak dikenakan PPh pasal 23.

Minggu, 05 Oktober 2008

Memilih software Aplikasi

Menggunakan software untuk mengelola gaji karyawan sudah merupakan keharusan, karena memang harga komputer dan software sudah jauh lebih murah dibandingkan dengan 5 – 10 tahun yang lalu. Perusahaan yang ingin menggunakan software untuk keperluan pengolahan data diperusahaan sering kali dihadapkan pada bagaimana cara pemilihan software tersebut. Tidak sedikit pula perusahaan yang merasa “tertipu” oleh perusahaan jasa pembuatan software. Perasaan ini wajar karena tidak sedikit juga perusahaan software yang ingkar janji, seharusnya dapat diselesaikan dalam waktu 6 bulan dapat lebih panjang lagi, bahkan pada saat dipasang software tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan tersebut.
Hal tersebut diatas sudah umum terjadi bahkan di Amerika banyak proyek proyek software yang besar mengalami kegagalan dari yang selesainya mundur dua kali lipat, hingga gagal total tidak dapat didelivery. Apakah dengan banyaknya kegagalan tersebut perusahaan yang akan menggunakan software menjadi mundur ? sikap ini juga tidak baik, karena dari segi bisnis software akan sangat membantu dalam mengurangi biaya operasi, hal ini disebabkan dengan efisien nya pengelolaan dengan menggunakan software.
Bagaimana memilih software Payroll ?
Untuk mengatasi kendala kendala yang sering terjadi didalam pembuatan software aplikasi, salah satu cara adalah membeli software yang sudah siap pakai. Software Payroll siap pakai juga sudah banyak sekali di pasar, dan pertanyaan yang paling mendasar adalah bagaimana caranya memilih suatu paket software Aplikasi Payroll ?
1. Software tersebut apakah paket, atau dapat dimodifikasi. Hati hati dengan kata modifikasi karena sekali software paket sudah dimodifikasi berarti perusahaan software tersebut mempunyai banyak versi sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Hal ini memang bagus sekali karena pelanggan dapat terpuaskan dengan aplikasi yang dibuat khusus.
Permasalahan yang akan timbul adalah bila terjadi perubahan peraturan perpajakan, maka perusahaan software tersebut tidak dapat menangani banyak pelanggan dengan segera, padahal peraturan biasanya di umumkan dengan waktu yang sangat pendek. Bila menggunakan software paket, perusahaan software akan memperbaharui sekali saja, kemudian dapat dibagikan ke para pelanggan, sehingga respons nya dapat cepat.
2. Tenaga TI biasanya mempunyai turn over yang cukup tinggi, software yang di sesuaikan dengan kebutuhan pelanggan dengan mengubah program, berarti spesifikasi program berbeda beda untuk masing masing pelanggan. Pada saat orang yang menangani pelanggan tertentu keluar, maka dia harus mentransfer pengetahuannya tentang kondisi di perusahaan pelanggan. Hal ini sulit untuk dapat mentransfer semuanya, akibatnya pelayanannya menjadi terhambat. Bila menggunakan paket software, perbedaan di masing masing perusahaan dibedakan dengan setting parameter didalam program, sehingga bila ada pergantian staff support dari perusahaan software, perusahaan itu akan dengan mudah mengganti staff supportnya, karena dasar programnya sama, hanya parameter settingnya saja yang berbeda.
3. Perkembangan tekhnologi sangat cepat sekali, sehingga banyak hal hal yang akan lebih mudah dilakukan dengan menggunakan teknologi baru. Berarti software harus selalu diperbaharui bila ada tekhnologi yang lebih baik. Software yang di ubah sesuai dengan kebutuhan pelanggan akan sangat sulit melakukan upgradenya. Perusahaan software tersebut harus meng-update satu persatu. Lain halnya dengan software paket, setiap kali ada perubahan dan melakuan perbaikan produk, semua pelanggan dapat melakukan update dengan mudah.
4. Delivery time yang relatif lebih panjang bila software tersebut dilakukan perubahan-2, dengan paket delivery time dapat langsung, yang memakan waktu adalah pemindahan data dari sistem lama ke sistem baru, dimana hal tersebut juga dialami, bila menggunakan software yang di custom.
5. Dengan memilih paket software, pembeli software dapat mencoba terlebih dahulu dengan seksama, dan bila cocok baru dibuat keputusan untuk membeli. Sehingga pada saat membeli sudah dapat dipastikan software tersebut dapat digunakan. Sedangkan untuk software yang disesuaikan dengan kebutuhan, harus menunggu hingga software tersebut selesai, dan tentunya sebelum dikerjakan harus ada uang muka dan kontrak terlebih dahulu, sehingga resiko untuk tidak cocok dan uang telah dibayarkan selalu ada.
6. Untuk memilih software paket, cari software software yang telah banyak digunakan, artinya yang mempunyai jumlah pelanggan cukup banyak. Dianggap banyak biasanya lebih dari 20 dan semuanya menggunakan paket yang sama.
Dengan kiat tersebut diatas, seharusnya memutuskan untuk membeli software menjadi lebih mudah.

Selasa, 30 September 2008

Model Bisnis di Industri Software

Bisnis Baru dalam Industri Software Lokal
Sistem sewa software menjadi pilihan untuk kalangan korporat


Jakarta, 23 September 2008 – Pemerintah perlu menciptakan ekosistem bagi perkembangan industri software lokal di Tanah Air. Ekosistem ini merupakan jaringan antara pengembang software dan konsumen. Proteksi terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual atau Hak Cipta juga dirasakan semakin mendesak untuk menjadikan ekosistem yang sehat. Dan proteksi ini bergantung pada kebijakan pemerintah dalam pengembangan industri software lokal. Demikian issue yang mengemuka pada saat diskusi yang diadakan oleh Andal Software yang bertema “Mamahami Industri Software Lokal” baru-baru ini.

Pemakaian software untuk menjalankan proses bisnis sebuah perusahaan saat ini dinilai lebih menguntungkan bagi perusahaan karena perusahaan dapat menghemat biaya operasional dibandingkan dengan penggunaan tenaga mekanik. Keuntungan lainnya yakni lebih cepat, efisien, akurat, transparan dan otomatis. Indra Sosrojojo, Direktur Andal Software mengatakan kebutuhan software akan terus meningkat sejalan makin luasnya penggunaan software yang saat ini tidak hanya untuk komputer saja melainkan sudah digunakan untuk mengatur jalannya mesin mobil, telepon seluler, proses otomasi mesin-mesin industri, pengendalian pesawat udara dan masih banyak lagi lainnya.

Namun sayangnya, Indra menjelaskan banyak pengembang di Indonesia yang tidak siap membuat produk yang memenuhi kebutuhan pasar lokal. “Ada masalah klasik yang seringkali terjadi. Pengembang software membuat suatu produk sesuai dengan apa yang pengembang pikirkan, padahal kebutuhan software produk di pasar tidak seperti apa yang ia pikirkan. Sehingga pada saat software produk tersebut dijual dipasar tidak dapat diterima oleh pasar.” tuturnya. Pada akhirnya biaya pembuatan software yang cukup besar tetapi tidak dapat dipasarkan. Masalah lain juga terjadi karena pengembang memproduksi software dengan standar international sehingga tidak dapat diaplikasikan untuk bisnis di Indonesia.

Romi Satria Wahono, peneliti LIPI dan Koordinator IlmuKomputer.com mengatakan terdapat keterbatasan pengetahuan pengembang dalam software development dan standar metodologi. “Sehingga begitu software diukur dari seluruh proses Software Development Life Cycle (SDLC), kita kedodoran dan kalah bersaing,” tuturnya. Karenanya, software belum mampu menjadi sebuah industri profesional tapi lebih kepada pekerja suatu proyek-proyek besar atau mengikuti tren.

Kendala lainnya adalah rata-rata perusahaan software lokal mempunyai keterbatasan modal usaha. Hal ini dikarenakan kebanyakan perusahaan software tidak dapat memperoleh pinjaman usaha dari bank karena tidak memiliki aset nyata yang bisa digunakan sebagai agunan pinjaman. Akibatnya banyak perusahaan software yang berumur muda.

Di Indonesia diprediksi terdapat sekitar 56.500 pengembang software tapi kalah bersaing dalam produksi software dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia yang lebih sedikit jumlah pengembangnya. Menurut Romi, indikator utama yang menunjukkan kemampuan produksi software di suatu negara adalah jumlah perusahaan pembuat software (software house atau Independent Software Vendor) dan tentu saja jumlah profesional yang bekerja sebagai developer. “Kalau kita lihat benar bahwa Malaysia dengan 18 ribu pengembang dan Singapura 13 ribu pengembang tapi mereka terhimpun dalam ISV yang jumlahnya banyak, “ katanya. Artinya mereka terkoordinasi untuk menuju pasar dengan lebih efektif dan efisien. Berbeda dengan Indonesia yang developernya terpecah-pecah dan tidak terkoordinasi untuk membidik pasar. Indonesia hanya memiliki kurang dari 250 ISV ditambah lagi sebagian besar developer bekerja secara individualistik atau komunitas yang kadang kurang profesional membidik pasar.

Tercatat, jumlah software house di Indonesia ada 250 dan akan meningkat sebesar dua kali lipat dalam 5 tahun ke depan. Indonesia menyumbang 0,5 % dari total pengembang profesional dunia yang berjumlah 13,5 juta. Sedangkan sumbangan terbesar berasal dari India sebesar 10,5 % dan Amerika sejumlah 18,9 %. Indonesia mempunyai lebih dari 200 komunitas forum pengembang yang berkumpul berdasarkan kesamaan bahasa pemrograman atau bidang software yang digarap.

Berdasarkan IDC Joint Research, dalam 5 tahun kedepan sektor Teknologi Informasi di Indonesia akan didominasi oleh IT Services sehingga menumbuhkan sekitar 81 ribu lapangan pekerjaan dari 1100 perusahaan IT baru. Dalam periode tersebut software spending akan naik mencapai 11,4% dari total 29,9% IT spending dari seluruh pekerja IT di Indonesia yang terlibat dalam pengembangan, pendistribusian atau layanan implementasi software.

Bisnis software dengan system sewa

Andal Software yang telah memproduksi software jadi untuk kebutuhan HRD (Human Resources Development) sejak tahun 1998 tengah bersiap-siap mengembangkan software sebagai service seperti yang akan terjadi pada masa IT Services nanti. “Konsumen tidak perlu lagi membeli Full Product yang investasinya cukup tinggi, tapi dapat menyewa fitur yang diperlukan saja. Setelah selesai masanya atau tidak membutuhkannya lagi, konsumen dapat menghentikan penggunaannya,” tambah Indra

Diakui Indra, pemindahan bisnis model dari penjualan produk ke penyewaan produk memang akan memberikan keuntungan kepada pelanggan, “Pelanggan tidak perlu melakukan investasi yang cukup besar. Sedangkan dari produsen memerlukan strategi tersendiri untuk mengubah dari sistem jual ke system sewa.”

Produk Andal Software seperti Andal Kharisma dan Andal Paymaster merupakan produk untuk pengelolaan sumber daya manusia pada suatu perusahaan. Paket program ini dapat digunakan untuk menghitung gaji karyawan, THR, bonus, sekaligus menghitung pajak PPh 21. Setiap tahunnya, bagi perusahaan pemakai software ini harus memperbarui software agar menyesuaikan dengan peraturan ketenagakerjaan dari pemerintah. Untuk alasan itulah, model sistem sewa akan lebih memudahkan bagi perusahaan karena tidak perlu membeli produk upgrade yang hanya memuat sedikit fitur tambahan. Perusahaan dapat menghemat anggaran belanja TI. Bagi Andal sendiri, sistem sewa dapat memperpanjang layanannya terhadap pelanggan yang berujung pada keberlanjutan bisnisnya. Seperti yang dipaparkan oleh IDC Joint Reserarch, bisnis model sewa ini dapat menumbuhkan lapangan pekerjaan TI mulai dari developer, distribusi hingga layanan implementasinya.

Tentang Andal Software
Andal Software adalah perusahaan pembuat software yang didirikan tahun 1988. Andal mengawali perjalanan bisnisnya mulai dari membuat aplikasi bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sejak tahun 1992 Andal Software mulai memproduksi software jadi yang dinamakan Presisi versi 1.0,software paket untuk membuat laporan keuangan. Pada tahun 1998, Andal software banyak memproduksi paket aplikasi untuk UKM seperti pengelolaan keungan Smart GL, pengelolaan persediaan barang dan penjualan Saudagar, dan untuk Kasir Andal POS. Saat ini Andal Software fokus pada aplikasi untuk Human Resources, penggajian karyawan, PPh 21 dan attendance yang bernama Andal Kharisma dan Andal PayMaster.